Text
Dahlan Iskan Sang Pendobrak
Buku berjudul “Dahlan Iskan Sang Pendobrak” ini, penulis –Sholihin Hidayat dan Abdul Ghofar Mistar mengidentifikasi wartawan sejati Dahlan Iskan sebagai sosok pembaharu. Atau, ‘pendobrak’, seperti namanya yang merupakan etimologi dari bahasa Arab; “dakholan”, yang berarti terobosan. Alias “dakhilun” (subyek) artinya, pembuat terobosan, pendobrak, pembuka jalan pencerahan.Dahlan dideskripsikan sebagai wartawan ber-multitalenta.
Sebagai jurnalis “anak didik” Pemred Majalah Tempo, Gunawan Muhammad Dahlanmengawali karier sebagai reporter koran lokal di Samarinda (1975), kemudian menjadi wartawan Majalah Tempo (1976-1981)–, talentanya sebagai wartawan kreator salah satu karya besarnya yaitudibuktikan dengan berani memelopori mendobrak budaya, format lembaran koran konvensional di Indonesia dirombak berukuran jumbo. Ini cuma salah satu dari sederet karya kepeloporan Dahlan Iskan di dunia jurnalistikdi tanah air.
Penulis juga membeberkan kebeningan dan kesederhanaan Dahlan sebagai pebisnis, dibuktikan dari kepiawaian mengawali mengelola koran Jawa Pos (dibeli PT Grafiti Pers, penerbit Majalah Tempo dari pebisnis The Chung Sen),yang semula hanya beroplah satu becak (1982), kemudian melesat menjadi ratusan ribu eksemplar.
Banyak pengusaha yang gagal mengembangkan bisnisnya, disebabkan karakter pribadinyalebih menyerupai penjudi daripada pengusaha. Banyak ilmuwan yang ilmunya tidak mencerdaskan siapa pun, malah menyesesatkan masyarakat, karena sejak di bangku sekolah dia hanya memimpikan jabatan dan kekayaaan. Ilmunya tidak bermanfaat, karena tertutup oleh keserakahan hawa nafsunya. Dia ibarat tawon gung yang ke mana-mana cuma menebar ancaman bagi siapa saja. (hal 136)
Dan celakalah bila ada pengusaha, pejabat, atau politisi yang kesenangannya hanya singing, eating, dan touring. Pasti pikiran-pikiran korup akan selalu mengendap dalam benak mereka. (hal. 62)
Pendobrakan Dahlan, diungkap pula, bukan cuma bisa membuat Jawa Pos beranak pinak menjadi lebih seratus surat kabar di seluruh Indonesia. Namun, Dahlan juga mampu mencerahkan atau menghidupkan industri pers di seluruh provinsi, kota-kota besar dan kota terpencil di negeri ini, yang sempat mengalami stagnasi dalam perjalanan paruh Orde Baru. Kehidupan pers daerah bernasib “hidup segan mati tak mau”.
Berkat terobosan Dahlan Iskan membangkitkan industri pers daerah, alhasil, lahir pula ribuan wartawan andal menyebar di seluruh tanah air, dan kini menjadi pelaku salah satu pilar demokrasi di negeri ini.
Gebrakan dan terobosan Dahlan selama menjadi pejabat publik, bukan berarti berhenti membuat orang tecengang seperti ketika memimpin “kerajaan Jawa Pos”. Pro kontra terus mengalir keras. Proyek besarnya menjadikan Indonesia bebas dari lampu ‘byar pet’, misalnya. Pasca menjadi Dirut PLN pun, dia masih terus di-“kejar-kejar” para politisi di Senayan, dengan dalih minta pertanggungjawaban akuntanbilitas penggunaan anggaran APBN.
Dahlan toh, bergeming. Dahlan tak gentar. Penulis menyitir ungkapan Presiden AS John F Kennedy: “Jangan kamu bertanya apa yang diberikan Negara kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu.
Tidak tersedia versi lain